Satelit NASA seukuran bus yang meluncur tanpa dapat diramalkan menuju Bumi melintasi Afrika dan Atlantik Utara sebelum diduga terjun ke Samudra Pasifik di lepas pantai California, demikian keterangan NASA, Sabtu (24/9). Tapi tak ada laporan atau perkiraan yang bisa dipercaya mengenai kerusakan akibat jatuhnya satelit tersebut.
"Kami belum menerima laporan mengenai siapa pun yang melihat apa pun yang kami duga bisa dipercaya," kata kepala ilmuwan orbit NASA Nick Johnson, sebagaimana dikutip Antara, Ahad (25/9). Ia menyatakan sebagian besar jalur penerbangannya berada di atas air.
NASA selama beberapa hari belakangan telah menyatakan risiko satelit itu membahayakan manusia di darat sangat kecil. Karena satelit tersebut sedang mengelilingi Bumi sekitar satu-setengah jam sebelum jatuh, satelit itu mencakup wilayah yang sangat luas dalam putaran terakhirnya.
Satelit tersebut mulai jatuh di pantai timur Afrika sebelum bergerak ke wilayah udara Samudra Hindia, sampai Pasifik di atas Kanada, kemudian bergerak ke Atlantik utara lalu turun di wilayah Afrika barat sebelum akhirnya kembali ke Samudra Hindia, kata Johnson.
Tempat "peristirahatan terakhir" puing satelit yang berusia 20 tahun itu mungkin tetap diselimuti misteri. "Kami mungkin tak pernah tahu," kata Johnson, yang menyatakan NASA mengandalkan masyarakat serta dinas penerbangan dan personel angkatan laut untuk melaporkan bukti mengenai pecahan satelit itu.
UARS diluncurkan pada 1991 untuk mengukur lapisan ozon dan kondisi lain atmosfir dan dinon-aktifkan pada 2005. Terakhir kali bahan bakarnya digunakan untuk mengubah orbitnya jadi satelit itu jatuh ke Bumi lebih cepat.
UARS adalah pesawat antariksa terbesar NASA yang jatuh sejak Skylab, dengan bobot 85 ton, jatuh di Australia barat pada 1979.